TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Ruangan pertemuan di sebuah hotel di kota Palembang tiba-tiba penuh sesak, Sabtu (25/5/2013). Rombongan pria menyandang tas punggung mengantre. Lorong yang tepat berada di depan ruangan lantai sembilan tersebut dipenuhi pecinta fotografi Kota Palembang, dan sumatera Selatan umumnya.
Penikmat seni lukis cahaya ini memiliki latarbelakang yang beragam, mulai dari Mahasiswa, karyawan, hingga kaum fotografer profesional. Pagi itu, mereka rela mengantre untuk mengupdate pengetahuan fotografi mereka dengan mengikuti workshop yang digelar oleh komunitas fotografi terbesar di Asia Tenggara, Fotografer.net (FN).
Workshop kali ini menjadi penting karena membahas gadget yang sangat dibutuhkan dalam dunia fotografi, lensa yang menjadi partner tak terlepaskan sebuah kamera. 'Karakteristik Lensa' menjadi topik bahasan workshop FN yang selalu dipenuhi pencintanya.
Mendatangkan pemateri yang menguasai penggunaan lensa, khususnya infra red lens, Harlim, workshop kali ini memberikan banyak pengetahuan yang selama ini tidak terungkap oleh sebagian besar fotografer.
"Pada dasarnya tidak ada satu lensa pun yang distorsi. seluruh lensa diciptakan sudah sempurna," ungkapnya membuka materi workshop.
Fotografer selama ini disibukkan dengan pola pikir tentang pengkhusussan jenis lensa tertentu untuk mengabadikan objek tertentu. Anggapan ini kemudian dipatahkan Harlim yang juga sebagai moderator Fotografernet.
Lensa tele yang diperuntukkan untuk mengabadikan moment, atau objek yang jauh bukan tidak bisa digunakan untuk mengabadikan moment landscape yang biasa 'dilahap' kamera wide.
"itu mitos. Siapa bilang tele tidak bisa untuk landscape. Jangan tergantung pada jenis lensanya, patahkan mitos itu," terangnya sambil memperlihatkan hasil jepretan landscape yang diambil menggunakan lensa tele.
Untuk mengambil objek seluas-luasnya yang mampu dilakukan oleh lensa wide juga dapat dilakukan lensa tele. yang harus dilakukan oleh fotografer, dengan berpikir untuk memanfaatkan kekurangan lensa tersebut.
"Silahkan berkreasi dengan distorsi lensa tersebut. Manfaatkan itu. Fotografer itu bukan hanya terpatok pada jenis lensa tertentu untuk objek tertentu, gunakan pikiran, berkarya, jika tidak bisa, cari tahu, bergerak, jangan hanya diam terpaku dengan memutar-mutar lensanya saja," kritiknya memecah asumsi foto yang bagus dihasilkan oleh lensa yang bagus pula.
Pendapat beberapa fotografer bisa saja akan membinggungkan ketika adu argumen terjadi jika bertanya soal jenis lensa untuk mengabadikan objek tertentu. Seharusnya pendapat tersebut dipecahkan sendiri oleh seorang fotografer dengan percaya diri, tanpa harus mengikuti perkataan yang memaksa pengkhusussan jenis lensa.
"Kata si ini jenis lensanya yang seperti ini, nanti bertanya kepada yang lain, dijawab menggunakan kamera itu, yang ada malah binggung. Itu harus dilawan dengan mempraktekkannnya, membuat contohnya langsung, mengabadikan objek yang hendak diabadikan dengan jenis lensa yang dimiliki tanpa memaksakan jenis lensa khusus," tegasnya.
Pemikiran seperti ini menurut Harlim akan merepotkan sang fotografer, sehingga hasilnya tidak maksimal, dan tidak memuaskan. Ia berprinsip fotografi merupakan hal yang menyenangkan, tanpa harus dipersulit oleh pakem tertentu.
"Jangan jadikan motret itu justru menyiksa diri," ujarnya.
Harlim kemudian menganalogikan profesi fotografer seperti seorang pelukis yang tidak mempermasalahkan pensil yang digunakan bermerek apa, atau pensilnya jenis berjenis tertentu, yang penting sang pelukis tersebut menggoreskannya di media yang disediakan, menghasilkan karya seni lukis yang berkualitas, dan indah.
Fakta yang dikemukakannya ini kemudian mendobrak pemikiran peserta yang hadir. Berbagai pertanyaan yang muncul terkait pengkhusussan lensa diluruskannya. Lensa Makro yang selama ini cenderun g diartikan dan digunakan untuk mengabadikan objek makhluk hidup yang umumnya memiliki ukuran yang kecil, dengan menampilkan detailnya, ternyata dapat digunakan untuk mengabadikan objel landscape, dan lainnya.
"Kalau tidak fokus, ya harus bergerak, kamu sebagai fotografer yang memokuskannya, jangan lensanya yang diputar-putar, nanti malah hasilnya jadi tidak real. Perbandingan objeknya jadi buyar, yang tadinya skala satu banding satu, malah jadi tidak akurat," ulasnya.
Dalam workshop ini, Harlim menampilkan berbagai contoh hasil jepretannya yang melanggar berbagai mitos tersebut. Landscape pegunungan yang seharusnya diabadikan menggunakan lensa wide dijepret dengan lensa tele, lensa fish eye, dan lensa makro.
Sementara itu, workshop kali ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan FN series thun 2013. Palembang merupakan kota kedua setelah Jogjakarta. Kegiatan ini akan berakhir di Kota Wamena, Papua.
"Ini merupakan bagian dari rangkaian FN Series tahun 2013 yang diawali di Kota Jogjakarta, hingga nanti kita akan tutup di Wamena. Ada banyak objek asli Indonesia yang harus dimiliki oleh Fotografer dalam negeri. Objek tersebut jangan sampai dimiliki oleh fotografer asing, dan menang kompetisi," ujar Founder FN, Kristupa saragih.
Kegiatan akan berlanjut pada hari ini, minggu (26/5) dengan menggelar Gathering di Red Berry Concept, Jalan Demang Lebar Daun, Palembang. Dijadwalkan pada kesempatan kali ini akan dihadiri oleh berbagai komunitas foto di palembang, dan sumsel, hingga fotografer profesional, dan pewarta foto.
Penulis : Ilham Yafiz
Editor : Yohanes Iswahyudi
Jika anda memerlukan jasa Photo-video shooting wilayah Palembang dan Banyuasin Hubingi 081373637833
0 komentar:
Posting Komentar